Simak Pengalaman Agresif Dalam Berinvestasi

Agresif Ketika Berinvestasi – Apa yang Anda rasakan bila disuruh bermetamorfosis sesuatu yang bukan Anda. Anda pasti akan menjalaninya setengah hati, alasannya yaitu terpaksa. Karena itu dalam berinvestasi Anda mesti mengenal profil atau karakter Anda terkait berapa tingkat laba yang Anda kehendaki dan berapa risiko yang mampu Anda tanggung.

Jawablah dengan jujur, barulah Anda bisa kongkret. Obrolan dengan sahabat wartawan kali ini menawan untuk saya posting. Intinya sih ia nanya, ” Bagaimana taktik Mengatur Portfolio Investasi kalau returnnya tidak hingga?”

Apa Contoh QnA Saat Agresif Ketika Berinvestasi

Q : Saya ingin minta mengajukan pertanyaan Bu Mike ihwal taktik mengendalikan portofolio kalau returnnya tidak hingga. Terutama terkait abjad risiko penanam modal Misalnya untuk seorang investor konservatif atau moderat lantaran returnnya tidak mencukupi, apakah ia mesti jadi garang dlm berinvestasi?
A : Berubah jadi lebih garang untuk mengejar-ngejar -ngejar keuntungan dalam investasi berarti berani ambil risiko lebih tinggi lho. Tidak ada jaminan bila berganti tentu untung.

Q : Soalnya kan returnnya tidak mencukupi bu?
A : Untuk menjawab perlu dimengerti dulu apa itu portfolio kemudian abjad risiko investor dan hubungan keduanya. Portfolio yakni sebuah susunan aset-aset instrument investasi (saham, obligasi, deposito, reksadana) yang berlainan tingkat laba dan risikonya. Agar maksimal maka pengaturan portfolio memakai seni administrasi alokasi aset. Dimana porsi masing-masing jenis aset yang bertentangan tadi diputuskan besarannya sesuai dengan tujuan/sasaran investasinya atau dengan kata lain berapakah tingkat laba yang penanam modal inginkan. Kalau sudah bicara untung/ rugi tiap orang punya ekspektasi berlainan sehingga tergantung selera atau karakter penanam modal. Ingat high risk high return, low risk low return. Sehingga intinya mengorganisir portfolio investasi yang benar ialah yang sejalan dengan karakter / profil risiko penanam modal itu sendiri, bukan lantaran pasar mirip pertanyaan Anda diatas.

Q : Apakah kita mesti membisu saja bu?
A : Kita memang dilarang membisu saja, mau tak inginmesti menghadapi gejolak pasar, tetapi dilarang ketakutan. Jadi mesti bedakan mana perbuatan menyikapi yang manis dan mana perbuatan reaktif yang panik. Karakter itu sifatnya mendasar, apa yang menyebabkan orang itu begitu. Berubah huruf menjadi invetor bernafsu itu termasuk pergeseran frontal, apakah dia punya mentalitas menghadapi konsekuensinya. Bagaimana kalau perubahan yang dibutuhkan menjinjing laba malah berakibat kerugian, mampukah dia menghadapinya ? Ini imbas yang bisa terjadi kalau mengikuti gejolak pasar tanpa penyusunan rencana yang benar.

Q : Contoh tindakan merespon yang anggun bu?
A : Perubahan pasar tentu saja akan merubah takaran alokasi tiap aset jenis aset dalam portfolio. Ada takaran aset yang menyusut juga ada yang bertambah. Akibatnya portfolio yang tadinya bergairah bisa meningkat menjadi konservatif, atau moderat dan seharusnya juga begitu. Karena portfolio disusun menurut profil risiko penanam modal, maka gejolak pasar yang berakibat portfolio tidak lagi sesuai dengan profil risiko investor mesti di rebalancing, atau dikembalikan mirip semula. Contoh gejolak pasar modal menciptakan saham anjlok, balasannya takaran saham dalam portfolio investasi Anda berkurang. Investor yang konsisten dengan profil risiko investasi nya akan mencairkan aset depositonya untuk berbelanja/ memperbesar jumlah porsi saham sehingga alokasi aset dalam portfolio kembali ibarat semula.

Q : Loh..saham lagi anjlok kok malah beli semakin banyak. Apa tidak tambah rugi bu?
A : Faktanya saham pada teladan suasana tersebut memang sedang anjlok, tetapi itu alasannya kondisi ekonomi bukan alasannya ialah faktor internal perusahaan. Harga-harga saham tidak senantiasa merefleksikan Nilai perusahaannya (emiten). Emiten dengan keuangan yang sehat bertahan di tengah angin ribut krisis ekonomi dan pulih kembali dengan segera ketika ekonomi bergerak kembali. Justru dalam pelemahan ekonomi ini, potensi untuk mencari saham dari emiten yang sehat namun dihargai murah. Cara ini dalam jangka panjang bisa menunjukkan laba yang signifikan.

Q : Contoh langkah-langkah reaktif cemas bu?
A : Orang yang berbelanja atau memasarkan instrument investasi alasannya adalah ikut-ikutan. Ciri-cirinya, mereka membeli sewaktu harga sudah terlalu tinggi sehingga margin keuntungan tipis belum lagi ditambah biaya jual/beli dan pajak. Orang ibarat ini juga cenderung menahan-nahan kerugian enggan menjual instrument investasinya yang anjlok dan berharap pasar segera pulih
Pertanyaan yang paling kerap di usikan merupakan apa yg mesti investor lakukan kalau aset investasinya underperforming sehingga sasaran investasi tidak tercapai alias merugi, apakah aset tsb dijual saja? Ini problem klasik yang bikin penanam modal sakit kepala! Sebab jikalau kondisinya dibalik dimana aset investasi outperform atau melampaui sasaran apakah sebaiknya jual? Maksud saya di ke dua sisi sama-sama mempunyai persoalan. Outperform happy duduk perkara, underperforming not so happy duduk perkara.

Q : Ternyata kalau outperform juga bisa jadi dilema ya Bu Mike?
A : Karena ke duanya sama-sama mengubah susunan portfolio, tidak lagi sesuai dengan profil risiko penanam modal. Berubah portfolio berganti pula sasaran atau hasilnya nanti. Juga perlu diketahui bahwa performance aset –aset di dalam portfolio tidak sama. Saat deposito naik, saham & obligasi turun (hubungan negatif). Bisa jadi dalam portfolio yg sama, ada aset yang naik dan ada aset yang turun. Ini lantaran ada systematic risk mirip faktor ekonomi.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *